A. Pengertian
Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah fikih, syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
B. Landasan Syariah
Akad syirkah ini mendapatkan landasan syariahnya dari al-Qur’an, hadis dan ijma’.
1. Dari al-Qur’an
”Maka mereka berserikat dalam sepertiga” Q.S. An-Nisa’ : 12. Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi semua jenis syirkah, ia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah (yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi di luar kehendak mereka karena mereka sama-sama mewarisi harta pusaka).
”Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat dzalim kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”. Q.S. Shod: 24. Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat al-Qur’an ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
2. Dari Sunnah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari kedunya tidak mengkhianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu”. H. R. Abu Dawud dan al-Hakim. Arti hadis ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam kepengawasanNya, penjagaanNya dan bantuanNya.
Allah akan memberikan bantuan dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga perniagaan itu merugi. Di samping itu masih banyak hadis yang lain yang menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Rasulullah telah memberikan ketetapan kepada mereka.
3. Ijma’
Kaum Muslimin telah sepakat dari dulu bahwa syirkah diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pandangan dalam hukum jenis-jenis syirkah yang banyak variasinya itu.
C. Jenis-jenis Syirkah/Musyarokah
Pada prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu Syirkah amlak (kepemilikan) dan syirkah Uqud ( terjadi karena kontrak). Syirkah kepemilikan ini ada dua macam yaitu ikhtiari dan jabari. Ikhtiyari terjadi karena karena kehendak dua orang atau lebih untuk berkongsi sedangkan jabari terjadi karena kedua orang atau lebih tidak dapat mengelak untuk berkongsi misalnya dalam pewarisan.
Sedangkan syirkah uqud adalah perkongsian yang terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih untuk berkongsi modal, kerja atau keahlian dan jika perkongsiannya itu menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi bersama menurut saham dan kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini memiliki banyak variasi yaitu syirkah ‘Inan, Mufawadhoh, Abdan, Wujuh dan Mudhorobah.
D. Rukun Syirkah
Menurut madzhab Hanafi hanya ada dua rukun dalam syirkah yaitu Ijab dan Qobul.
1. Syirkah ‘Inan
‘Inan artinya sama dalam menyetorkan atau menawarkan modal. Syirkah ‘Inan merupakan suatu akad di mana dua orang atau lebih berkongsi dalam modal dan sama-sama memperdagangkannya dan bersekutu dalam keuntungan. Hukum jenis syirkah ini merupakan titik kesepakatan di kalangan para fukoha. Demikan juga syirkah ini merupakan bentuk syirkah yang paling banyak dipraktekkan kaum Muslimin di sepanjang sejarahnya. Hal ini disebabkan karena bentuk perkongsian ini lebih mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan. Salah satu dari patner dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra yang lain.
Begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara yang lain tidak ikut serta. Pembagian keuntunganpun dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan mereka bahkan diperbolehkan salah seorang dari patner memiliki keuntungan lebih tinggi sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian dan keuletan dari pada yang lain. Adapun kerugian harus dibagi menurut perbandingan saham yang dimiliki oleh masing-masing patner.
2. Syirkah Mufawadhoh
Mufawadhoh artinya sama-sama. Syirkah ini dinamakan syirkah mufawadhoh karena modal yang disetor para patner dan usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau proporsional. Jadi syirkah mufawadhoh merupakan suatu bentuk akad dari beberapa orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing patner saling menaggung satu dengan lainnya dalam hak dan kewajiban. Dalam syirkah ini tidak diperbolehkan satu patner memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi dari para patner lainnya. Yang perlu diperhatian dalam syirkah ini adalah persamaan dalam segala hal di antara masing-masing patner.
3. Syirkah Wujuh
Syirkah ini dibentuk tanpa modal dari para patner. Mereka hanya bermodalkan nama baik yang diraihnya karena kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga. Syirkah ini terbentuk manakala ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh) dan kemudian menjualnya dengan kontan. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini kemudian dibagi menurut persyaratan yang telah disepakati antara mereka.
4. Syirkah Abdan (A’mal)
Syirkah ini dibentuk oleh beberapa orang dengan modal profesi dan keahlian masing-masing. Profesi dan keahlian ini bisa sama dan bisa juga berbeda. Misalnya satu pihak tukang cukur dan pihak lainnya tukang jahit. Mereka menyewa satu tempat untuk perniagaannya dan bila mendapatkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan di antara mereka. Syirkah ini dinamakan juga dengan syirkah shona’i atau taqobul.
E. Syarat-Syarat Umum Syirkah
1. Jenis usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan kepada orang lain. Hal ini penting karena dalam kenyataan, sering kali satu patner mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain. Jika syarat ini tidak ada dalam jenis usaha, maka akan sulit menjalankan perusahaan dengan gesit.
2. Keuntungan yang didapat nanti dari hasul usaha harus diketahui dengan jelas. Masing-masing patner harus mengetahui saham keuntungannya seperti 10 % atau 20 % misalnya.
3. Keuntungan harus disebar kepada semua patner.
F. Syarat-syarat khusus
1. Modal yang disetor harus berupa barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal masih berupah utang atau uang yang tidak dapat dihadirkan ketika akad atau beli. Tidak disyaratkan modal yang disetor oleh para patner itu dicampur satu sama lain. Karena syirkah ini dapat diwujudkan dengan akad dan bukan dengan modal.
2. Modal harus berupa uang kontan. Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang tidak bergerak atau barang. Karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan ukuran sehingga akan menimbulkan persengketaan di kemudian hari karena keuntungan yang dihasilkannya juga menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal yang disetor akibat sulitnya dinilai.
G. Persoalan syirkah ‘Inan
1. Persyaratan kerja fisik. Dalam syirkah ‘Inan dibolehkan masing-masing patner untuk menyepakati persyaratan bahwa masing-masing harus ikut kerja atau salah satu saja yang bekerja.
2. Pembagian keuntungan. Keuntungan yang diraih bisa dibagi sama rata atau ada yang lebih tinggi. Sedangkan kerugian yang terjadi harus dibagi menurut kadar saham yang disetor oleh masing-masing patner.
3. Hilangnya modal syirkah. Jika modal syirkah ini hancur sebagian atau seluruhnya sebelum pembelian dan sebelum dicampur, maka syirkah ini menjadi batal.
4. Menjalankan modal syirkah. Masing-masing patner berhak untuk menjalankan modal perusahaan karena keduanya telah sepakat untuk berkongsi sehingga menimbulkan pengertian sudah ada izin dari masing-masing untuk menjalankan perusahaannya. Ini juga disebabkan karena syirkah pada hakekatnya mengandung pengertian perwakilan sehingga masing-masing patner mewakili yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar