Minggu, 03 Juli 2011

Waralaba (franchise)


PEMBAHASAN
I.                   FRANCHIISE (WARALABA)
A.    Pengertian Franchise
Franchise atau sering disebut juga dengan istilah “waralaba” adalah suatu cara melakukan kerja sama di bidang bisnis antara 2 (dua) atau lebih perusahaan, di mana 1 (satu) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari know-how terkenal, memberikan hak kepada franchise untuk melakukan kegiatan bisnis dari/ atas suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai dengan rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang esklusif ataupun non ekslusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.
Franchise adalah suatu lisensi kontraktual yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang :
1.     Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu franchise, untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama khusus yang dimiliki atau berhubungan degan pihak franchisor; dan
2.      Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan berlanjut selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise oleh franchise; dan
3.      Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada franchisee dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut semisal memberikan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain; dan
4.      Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh pihak franchisor; dan
Dari pengertian tersebut di atas terlihat bahwa dalam setiap bisnis model franchise sekurang-kurangnya terdapat unsur-unsur sebegai berikut :
1.      Adanya minimal 2 (dua) pihak, yaitu pihak franchisor dan pihak franchisee. Pihak franchisor sebagai pihak yang memberikan franchise, sementara pihak franchisee merupakan pihak yang diberikan/ menerima franchise tersebut.
2.      Adanya penawaran paket usaha dari franchisor.
3.      Adanya kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak franchisor dengan pihak franchisee.
4.      Dipunyainya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak franchisee yang akan memanfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor.
5.      Sering kali terdapat kontrak tertulis antara pihak franchisor dengan pihak franchise.[1]

B.     Karakteristik Yuridis Dari Franchise
Ada beberapa karakteristik yuridis dari suatu bisnis franchise, yaitu sebagai berikut :
1.      Unsur Dasar
Dalam setiap deal franchise ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu :
-          Adanya pihak yang mempunyai bisnis franchise yang disebut sebagai franchisor.
-          Adanya pihak yang menjalankan bisnis franchise yang disebut sebagai franchisee.
-          Adanya bisnis franchise itu sendiri.
2.      Produk Bisnisnya Unik
Unsur-unsur yang unik terdapat para produk bisnis yang di franchisekan. Maksudnya, produk bisnis tersebur (barang ataupun jasa) belum dimiliki oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang dimiliki oleh pihak franchisor sendiri. Yang lebih penting lagi, produk bisnis tersebut tidak mudah ditiru, tetapu juga mempunyai pasar yang unik. Sebab, jika produknya mudah ditiru, maka bagaimana mungkin franchisor dapat melindungi konsep, image, proses ataupun model usaha yang difranchisekan, dengan atau tanpa hak paten, hak merek atau hak cipta. Dengan demikian, sistem, formula, resep, konsep, ataupun racikan yang rahasia merupakan elemen terpenting dalam setiap franchise, tidak peduli apa pun bentuk franchise tersebut.
3.      Konsep Bisnis Total
Franchise merupakan konsep bisnis total dengan penekanan pada bidang pemasaran. Karena itu, konsep franchise tidak jauh bergerak dari konsep P4, yakni :
a.       Produk
b.      Price
c.       Plane
d.      Promotion
4.      Franchise Memakai/Menjual Produk
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah hak dari franchisee untuk menggunakan atau menjual franchise yang didapat dari franchisor kepada pihak lain (subfranchisee).
5.      Franchisor Menerima Fee dan Royalty
Sebaiknya sebagai imbalannya, maka pihak franchisor berhak memperoleh fee dalam berbagai bentuk dan royalty atas franchise yang diberikannya kepada franchise.
6.      Adanya Pelatihan Manajemen dan Skil Khusus
Karakteristik lain dari suatu franchise adalah adanya pelatihan tertentu oleh pihak franchisor kepada pihak franchisee. Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk mendidik dan melatih para manajer (dari pihak franchisee) tentang tata cara bagaimana mengelola bisnis franchise tersebut. Di samping itu, juga diperlukan pelatihan terhadap pihak staf sehingga dihasilkan tenaga skill yang handal dalam memproduksi dan/atau memasarkan bisnis franchise tersebut secara operasional.
7.      Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
Sering disebut-sebut bahwa hal milik intelektual ini (merek, paten dan hak cipta) merupakan “inti” dari seluruh konsep dagang tentang franchise bagi franchisee adalah terbukanya kemungkinan baginya untuk dapat berbisnis dengan menggunakan merek dagang yang biasanya sudah cukup terkenal, atau hak paten dan hak cipta yang sudah marketable, walaupun sebagai imbalannya untuk itu pihak franchisee harus membayar fee-fee tertentu. Dengan demikian, pihak franchise dapat langsung menggunakan hak milik prindustrian tersebut tanpa perlu menghabiskan waktu untuk mempopulerkan sendiri hak-hak tersebut, yang biasanya sangat memerlukan waktu dan juga tidak ada kepastian akan keberhasilannya. Dengan demikian. Pihak franchisor tetap merupakan pihak yang memiliki merek, paten, hak cipta, logo, tetapi pihak franchisee dapat menggunakannya.
8.      Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
Sering juga pihak franchisor sendiri atau dengan bekerja sama dengan suatu lembaga financial menyediakan dana kepada pihak franchise agar franchisee dapat menjalankan bisnis franchise tersebut. Karena itu, tidak aneh jika franchisor menginginkan juga keterbukaan dari pihak franchisee, termasuk keterbukaan dari segi manajemen dan keuangannya. Ini merupakan keuntungan lain dari pihak franchise mengingat jika dia mencari sendiri pihak penyandang dana tanpa ada campur tangan pihak franchisor telah mempunyai hubungan yang baik dengan pihak penyandang dana, ataupun karena dengan hal pendanaan, pihak franchisor bahkan dapat bertindak sebagai penjamin dana tersebut.
9.      Pembelian Produk Langsung dari Franchisor
Dalam suatu sistem franchise, biasanya sebagian atau seluruh produk yang akan diolah dengan sistem franchise oleh franchisee harus dipasok oleh pihak franchisor atau ditentukan pemasoknya/ spesifikasinya oleh pihak franchisor. Hal ini dilakukan dengan tujuan utama agar produk hasil franchise dapat dijaga dari segi kualitasnya maupun dari segia keseragamannya. Juga, dengan sistem demikian berarti biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang-barang yang akan diolah tersebut menjadi lebih ringan, mengingat adanya pembelian produk dalam jumlah yang besar. Bahkan, biasanya untuk jual beli yang demikian tersedia diskon khusus, diskon mana akan menjadi hak bersama franchisor dan franchisee. Hanya saja, di Negara-negara tertentu, pembelian dengan sistem diskon khusus ini dari pemasok tertentu saja mungkin akan berbenturan dengan Undang-Undang Antitrust di Negara yang bersangkutan. Untuk itu, syarat-syarat yang ada harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Antitrust tersebut.
10.  Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
Agar suatu bisnis dapat berkembang dengan baik, maka bisnis tersebut harus menyisihkan sebagian dana untuk keperluan promosi, apa pun bentuknya. Maka salah satu keuntungan dari bisnis dengan model franchise adalah bahwa biasanya produk dan trade name dari franchise tersebut telah dikenal secara meluas di pasaran. Namun, demikian, promosi tersebut perlu juga dilakukan terus-menerus untuk tetap menjaga image kepada masyarakat, apalagi jika ada pesaing pendatang barus misalnya. Di samping itu, sering juga dilakukan promosi terhadap pembukaan outlet baru baik yang dilakukan oleh franchisee baru ataupun franchisee lama. Karena itu, dalam sistem bisnis franchise ini biasanya ditentukan besarnya biaya yang dialokasikan untuk promosi (biasanya berkisar 1 % sampai 6 % dari omzet penjualan) harus diberikan oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor.
11.  Pelayanan Pemilihan Lokasi untuk Franchisor
Biasanya letak lokasi dari bisnis franchise tersebut juga sangat penting. Masing-masing franchisor mempunyai criteria sendiri untuk penentuab lokasi ini. Misalnya, ada franchise yang lebih memilih lokasinya di shoping centre dan ada juga menentukan produk franchise untuk sedikir diberi variasi. Misalnya, Kentucky Fried Chicken di lokasi Negara-negara Aisa tertentu yang dilengkapi juga menunya dengan hidangan nasi, apa yang tidak dilakukannya di wilayah-wilayah lain, termasuk di Negara asalanya di Amerika Serikat.
Dengan demikian, setiap lokasi franchise haruslah terlebih dahulu disetujui oleh pihak franchisor. Dalam meninjau lokasi tersebut, beberapa factor biasanya dipertimbangkan oleh pihak franchisor antara lain sebagai berikut :
a.       Jumlah dan kepadatan penduduk
b.      Latar belakang etnik penduduk
c.       Pendapatan perkapita
d.      Jauh dekatnya lokasi pesaing
e.       Arus lalu lintas, tempat parker, keadaan alam sekitar, dan sebagainya.
12.  Daerah Pemasaran yang Eksklusif
Oleh pihak franchisor sering kali diberikan hak pemasaran kepada pihak franchisee dalam suatu daerah yang eksklusif, dalam arti hak tersebut tidak diberikan untuk 2 orang franchisee dalam lokasi yang sama.
13.  Pengendalian/Penyeragaman Mutu
Ada karakteristik lain yang juga sangat penting dalam suatu bisnis franchise, yaitu pengendalian bahkan penyeragaman mutu dan produk (output) dan pelayanan. Karena mutu yang lebih rendah dari produk dan pelayanan dari suatu franchisee dapat menghancurkan image masyarakat konsumen yang mungkin sudah cukup lama dibangun oleh pihak franchisor. Karena itu pula, pihak franchisor sangat berkepentingan akan masalah mutu tersebut dan selalu memonitor mutu tersebut dengan jalan melakukan pengawasan yang ketat terhadap pasokan bahan baku, proses pengolahan, pelayanan, dan hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi mutu produk dan pelayanan tersebut.
14.  Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis
Dalam hal ini di samping unsure merek dagang (trade mark) dan/ atau nama dagang (trade name) yang dimiliki oleh franchisor yang diserahkan pemakaiannya kepada pihak franchisee, unsur lainnya yang terkandung dalam suatu bisnis franchise adalah apa yang disebut dengan istilah “sistem bisnis”.
Ke dalam sistem bisnis ini termasuk pertimbangan akan menggunakan ramuan khusus untuk diperdagangkan, pengontrolan kualitas, marketing, appearance (termasuk pemilihan lokasi, bentuk bangunan) dan sebagainya.
C.    Biaya Biaya Dalam Transaksi Franchise
Biaya-biaya yang hendak dikeluarkan untuk suatu bisnis franchise di samping harus jelas betul dia punya terms dan conditions, tetapi juga harus jelas dan dinegosiasi siapa yang harus memikul biaya tersebut. Yaitu apakah pihak franchisor atau pihak franchisee yang merupakan pihak wajib bayar.
Adapun yang merupakan pos-pos biaya dalam sistem franchise yang normal adalah sebagai berikut :
1.      Royalty
Merupakan pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Walaupun tidak tertutup kemungkinan pembayaran royalty ini pada suatu waktu dalam jumlah tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya (sistem lusump). Akan tetapi, sistem yang lebih sering justru pembayaran franchise fee dengan memakai sistem persentase tertentu dari omzet franchisee.
2.      Franchise Fee
Merupakan bayaran yang harus dilakukan oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor, yang merupakan biaya franchise, yang biasanya dilakukan dengan jumlah tertentu yang pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja. Dibayar hanya pada tahap saat franchise akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta franchise.
3.      Direct Expenses
Ini merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pembukaan/pengembangan suatu bisnis franchise. Misalnya terhadap pemondokan pihak yang akan menjadi pelatih dan fee-nya, biaya pelatihan, dan biaya pada saat pembukaan. Dianjurkan agar pos-pos biaya seperti tersebut di atas hendaknya sudah ditentukan dengan jelas dalam kontrak franchise itu sendiri.
4.      Biaya Sewa
Walaupun sesungguhnya kurang lazim, ada beberapa franchisor yang ikut juga menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal yang demikian pihak franchisee harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada pihak franchisor. Sebaiknya, bayaran ini juga terlebih dahulu ditetapkan bersama secara tegas, agar tidak timbul dipulse di kemudian hari.
5.      Marketing and Advertising Fee
Karena pihak franchisor yang melakukan marketing dan iklan, maka pihak franchisee mesti juga ikut menanggung beban baiay tersebut dengan menghitungnya, baik secara persentase dari omzet penjualan ataupun jika da marketing atau iklan tertentu.
6.      Assignment Fees
Yang dimaksud dengan assignment fees adalah biaya yang harus dibayar oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor jika pihak franchisee tersebut mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objeknya franchise. Oleh pihak franchisor biaya tersebut bias dimanfaatkan untuk kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang franchise yang baru, dan sebagainya.[2]
D.    Dasar Hukum Franchise
Kita masih dapat menemukan pengaturan tentang franchise di sana-sini dalam hokum positif Indonesia tentang dasar hukum dari berlakunya franchise ini, yaitu sebagai berikut :
1.      Peraturan Khusus
Terdapat peraturan khusus yang mengatur tentang franchise khususnya yang berkenaan dengan tertib administrasinya, sehingga hal ini sangat membantu untuk mendapatkan praktek franchise yang baik.
2.      Perjanjian Sebagai Dasar Hukum
Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum dikenala suatu asa yang disebut sebagai asa “Kebebasan Berkontrak”. Maksudnya para pihak bebas melakukan kontrak apa pun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban umum. Bahkan, diakui oleh undang-undang bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan berlaku seperti kekuatan berlakunya suatu undang-undang. Lihat Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.
Karena itu pula, suatu perjanjian franchise yang dibuat oleh para pihak (yaitu franchisor dan franchiser) berlaku sebagai undang-undang pula bagi mereka.
Undang-undang (KUH Perdata) tidak menempatkan perjanjian franchise sebagi suatu perjanjian bernama secara langsung seperti jual beli, sewa-menyewa dan sebagaimnya. Karena itu, ketentuan hukum perjanjian yang berlaku suatu kontrak franchise pada umumnya hanya ketentuan dalam bagian umum dari peraturan tentang perjanjian, yaitu yang terdapat dalam Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 KUH Perdata. Misalnya, berlakunya ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, tentang penafsiran perjanjian, tentang hapusnya perjanjian, dan sebagainya.
3.      Hukum Keagenan Sebagai Dasar Hukum
Terhadap masalah keagenan ini, di samping berlakunya pasal-pasal yang terdapat dalam perjanjian keagenan, berlaku juga pasal-pasal KUH Dagang (tentang Komisioner dan Makelar) dan ketentuan-ketentuan yang bersifat administratif, seperti berbagai ketentuan dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagamgan, dan sebagainya. Yang menjadi persoalan, apakah terdapat hubungan “keagenan” dalam suatu transaksi franchise? Dengan perkataan lain, apakah seorang franchisee, dapat dianggap sebagai agen dari pihak franchisor? Apabila kita melihat sifat dan hakikat dari hubungan bisnis franchise, dapat kita simpulkan bahwa secara subctantif, tidak ada unsur keagenan di dalamnya. Sebab, sungguhpun ada hubungan internal yang intens antara franchisor dengan franchisee, tetapi hubungan yang eksternal antara franchisee dengan pelanggannya tidaklah mengaitkan dengan hubungan internal tersebut.
4.      Undang-Undang Merek, Paten dan Hak Cipta Sebagai Dasar Hukum
Sebagaimana diketahui bahwa bisnis franchise sangat terkait erat dengan maslah-masalah yang berhubungan dengan merek, paten atau hak cipta, sehingga mau tidak mau, perundang-undangan di bidang paten, merek dan hak cipta berlaku dalam bisnis franchise tersebut.
5.      Perundangan undangan Lain Sebagi Dasar Hukum
Masih banyak perundang-undangan lain yang berlaku terhadap bisnis franchise ini dan hal ini sangat bergantung kasus per kasus dari franchise tersebut.
E.     Tertib Hukum Franchise
Agar terdapat keterteiban secara hukum bagi pelaksanaan suatu franchise, diperlukan tindakan-tindakan ketertiban sebagai berikut :
a.       Suatu franchise harus didaftarkan
b.      Suatu franchise haruslah memegang teguh pada prinsip keterbukaan informasi
c.       Diperlukan suatu asosiasi franchise yang tangguh
d.      Perlu suatu kode etik terhadap franchise
e.       Perlu guidelines oleh pemerintah terhadap klausula-klausula baku terhadap kontrak franchise.  
F.     Waralaba Di Indonesia
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya[11] . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut[12]:
  • Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
  • Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
  • Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
  • Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
  • Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).[3]

DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis di Era Global. Bandung: Citra Aitya Bakti, 2008
Ibrahim, Johannes, ed. Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern. Bandung: Refika
Aditama, 2004
Asyahdie, Zaeni. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2005
http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba. di akses pada tanggal 02 Oktober 2010 pada pukul 16.45.



[1] Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis di Era Global. Bandung: Citra Aitya Bakti, 2008

[2] Johannes Ibrahim, ed. Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern. Bandung: Refika Aditama, 2004

[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba. di akses pada tanggal 02 Oktober 2010 pada pukul 16.45  

[4] Zaeni Asyahdie. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005

2 komentar:

  1. ✴ Platform Trading Binary Option ✴
    Www.hashtagoption.com
    Trading Binary Option Indonesia | Binary Option Terpercaya | Trading Online Indonesia

    ✔Fast 24Hours Deposit / Withdrawal.
    ✔Customer-Support 24-hours online.
    ✔Trading News & Tips Supported.
    ✔Demo-Account For New Traders.
    ✔1% Referral Life-time bonus.

    💠 HASHTAGOPTION 💠


    Register below:

    https://platform.hashtagoption.com/site/signup


    #hashtagoption #trading #tradigbinaryoption

    BalasHapus

  2. TRADING ONLINE TERPERCAYA
    Platform Trading FOREX berbasis di Indonesia.
    Kami menawarkan produk-produk Cryptocurrency & Forex.

    ✅ Akun Demo Gratis
    ✅ minimum Deposit 50.000
    ✅ Bonus Deposit 10%
    ✅ Customer support 24jam /7 hari
    ✅ Browser Gadget / komputer
    ✅ Proses Deposit & withdrawal cepat
    ✅ Pembayaran profit up to 80%
    ✅ Bonus Referral 1%

    Www.hashtagoption.com

    Trading lebih mudah & Rasakan pengalaman Trading dengan profit mudah . Bergabunglah Sekarang di HASHTAG OPTION

    BalasHapus