Minggu, 03 Juli 2011

E-Commerce Perspektif Fiqh


  1. Tinjauan Umum
Perbincangan mengenai electronic commerce, yang biasa disebut e-commerce, tampaknya tidak ada hentinya di Indonesia. Perdagangan via elektronik atau e-commerce adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya.[1]
Menurut Gia Putra, E-commerce adalah suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronik yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet (teknologi berbasis jaringan digital) sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (business to business) dan konsumen langsung (business to consumer), melewati kendala ruang dan waktu yang selama ini merupakan hal-hal yang dominan.[2]

Perkembangan bisnis via internet ini semakin diminati. Berbagai seminar dan kajian bertemakan e-commerce diselenggarakan dari sudut-sudut kampus sampai hotel berbintang. Bahkan, ada tuntutan yang semakin besar untuk segera mengatur e-commerce ini dalam suatu peraturan perundang-undangan.[3]
Melihat bentuknya e-commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual-beli juga, Cuma dikategorikan sebagai jual beli modern karena mengimplikasikan inovasi teknologi. Secara umum perdagangan secara Islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut sewaktu transaksi, sedangkan e-commerce tidak seperti itu. Dan permasalahannya juga tidaklah sesederhana itu. E-commerce merupakan model perjanjian jual-beli dengan karakteristik yang berbeda dengan model transaksi jual-beli biasa, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global.[4]
Pada masa persaingan ketat di era globalisasi saat ini, maka persaingan yang sebenarnya adalah terletak pada bagaimana sebuah perusahaan dapat memanfaatkan e-commerce untuk meningkatkan kinerja dan eksistensi dalam bisnis inti.“ Dengan aplikasi e-commerce, seyogyanya hubungan antar perusahaan dengan entitas eksternal lainnya (pemasok, distributor, rekanan, konsumen) dapat dilakukan secara lebih cepat, lebih intensif, dan lebih murah daripada aplikasi prinsip manajemen secara konvensional (door to door, one-to-one relationship)[5]
Maka e-commerce bukanlah sekedar suatu mekanisme penjualan barang atau jasa melalui medium internet, tetapi juga terhadap terjadinya sebuah transformasi bisnis yang mengubah cara pandang perusahaan dalam melakukan aktivitas usahanya. Membangun dan mengimplementasikan sebuah system e-commerce bukanlah merupakan proses instant, namun merupakan transformasi strategi dan system bisnis yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan perusahaan dan teknologi.
  1. Tinjauan Hukumnya
Dalam permasalahan e-commerce, fiqh memandang bahwa transaksi bisnis di dunia maya diperbolehkan karena mashlahah. Mashlahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan syara’. Bila e-commerce dipandang seperti layaknya perdagangan dalam Islam, maka dapat dianalogikan bahwa:
1.      Penjualnya adalah merchant (Internet Service Provider atau ISP), sedangkan pembelinya akrab dipanggil customer.
2.      Obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan (adanya pemesanan seperti as-salam) dengan berbagai informasi, profile, mencantumkan harga, terlihat gambar barang, serta resminya perusahaan.
3.      Sighat (ijab-qabul) dilakukan dengan payment gateway yaitu system/software pendukung (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta berguna untuk service online.
Hal yang perlu diwaspadai dalam melakukan transaksi di internet adalah kejelasan aliran dana. Karena pada dasarnya internet memungkinkan adanya penipuan secara terselubung. Di dunia nyata saja, sebetulnya agak susah juga merunut kemana aliran dana akan berujung nantinya.
Ketika mengaitkan antara E-commerce dengan Jual-Beli dalam islam kami melihat sisi epistemologi dari kedua belah pihak. E-commerce merupakan prosedur berdagang atau mekanisme jual-beli di internet dimana pembeli dan penjual dipertemukan di dunia maya. E-commerce juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan “get and deliver“.
Dari penjelasan diatas sisi epistemologi dari E-commerce adalah jual beli yang dilakukan lewat internet, sedangkan jual beli dalam Islam ditemukan juga sisi epistemologi dalam QS. An-Nisa 29: “Jangan kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu” seperti diterangkan di bab sebelumnya sangat jelas perniagaan (jual- beli) adalah halal asal ada kesepakatan dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Maka dapat sisimpulkan bahwa E-commerce merupakan jual-beli yang dilakukan lewat internet sedangkan jual-beli menurut islam yaitu jual beli yang dilakukan secara suka-sama suka, keduanya berkaitan secara Informatif/konfirmatif karena ketika jual beli menurut islam adalah halal maka e-commerce yang jual belinya lewat internet dapat juga dikatakan halal ketika terjadi suka sama suka.[6]




[1] Azhar Muttaqin, S.Ag. M.Ag, Transaksi E-commerce Dalam Tinjauan Hukum Islam, Usul Penelitian Pengembangan Ipteks, Universitas Muhammadiyah Malang, 2009, 8.
[2]Severalish, E-commerce Dan Jual Beli Dalam Islam, http://secretdark.wordpress.com/2011/01/19/159/, Akses 07 Juni 2011.
[3]Indolawyer Institute, Permasalahan Hukum E-commerce, http://indolawyerinstitute.blogspot.com/2011/11/, Akses 07 Juni 2011.
[4]Severalish, E-commerce Dan Jual Beli Dalam Islam, http://secretdark.wordpress.com/2011/01/19/159/, Akses 07 Juni 2011.
[5] Ibid.,
[6] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar