A. Pengertian
As-salam merupakan istilah dalam bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan. Secara sederhana transaksi as-salam merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan transaksi as-salam. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan persyaratan yang dikemukakan oleh masing-masing mereka.
Al-Bahuti mendefinisikan as-salam sebagai transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga di tempat kontrak. Atau secara lebih ringkas disebutkan jual beli yang ditangguhkan dengan harga disegerakan.
An-Nawawi, mengemukakan bahwa as-salam merupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera. Dalam definisi tadi tidak disebutkan bahwa sesuatu yang berada dalam tanggungan tersebut diserahkan kemudian, karena menurutnya transaksi as-salam juga boleh dengan penyerahan barang segera.
Menurut al-Qurthubi, as-salam merupakan transaksi jual beli atas sesuatu yang diketahui dan masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga segera/tunai atau dihukumkan sama dengan segera/tunai. Dalam hal ini mereka membolehkan pembayaran harga ditangguhkan dua atau tiga hari, karena hal itu dihukumkan sama dengan segera/tunai.
Dari berbagai perbedaan definisi yang disebutkan nampak ada beberapa poin yang disepakati. Pertama, disebutkan bahwa as-salam merupakan suatu transaksi dan sebagian menyebutnya sebagai transaksi jual beli. Kedua, adanya keharusan menyebutkan kriteria-kriteria untuk sesuatu yang dijadikan obyek transaksi / al-muslam fih. Ketiga, obyek transaksi / al-muslam fih harus berada dalam tanggungan. As-salam dibolehkan berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Ibn Abbas berkata :”Saya bersaksi bahwa salaf yang dijamin untuk waktu tertentu, telah dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan diizinkan-Nya”.
B. Landasan Syariah
Qur’an :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya (QS Al-Baqarah : 282)
Hadist :
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam ), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang ditentukan.” (dikeluarkan oleh aimatu Sittah)
C. Rukun Bai` As-Salam
Bai` As-Salam harus memenuhi beberapa rukun, diantaranya ;
-Muslam (pembeli)
-Muslam Ilaih (penjual)
-Modal atau utang
-Muslam Fiih (barang)
-Sighat (Ucapan)
-Syarat Bai` As-Salam
Disamping memiliki rukun transaksi ini juga memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi, diantaranya ;
1. Syarat dari segi modal
Modal harus diketahui ; barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas, dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang.
Penerimaan pembayaran ; kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak, supaya pembayaran yang diberikan oleh muslam (pembeli) tidak dijadikan utang penjual. Pembayaran salam pun tidak dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar oleh muslam ilaih (pembeli), hal ini untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
Dari segi Barang ( Muslam Fiihi)
2. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut. Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari, tetapi mazhab Safi`i membolehkan diserahkan segera. Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahaan barang. Tempat penyerahan barang ; pihak yang berkontrak harus menentukan dimana tempat penyerahan barang tersebut, jika keduanya tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya ke gudang atau ke bagian purchasing pembeli.
Penggantian Muslam Fiihi dengan barang lain ; Para ulama melarang penggantian muslam fiihi dengan barang lainnya. Penukaran atau penggantian barang barang salam ini tidak diperkenankan, meskipun belum diserahkan, barang tersebut bukan lagi milik si muslam alaih, tetapi sudah menjadi milik muslam (Fidz-dzimah). Bila barang diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya. Ini sudah lagi tidak dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar