Sabtu, 16 April 2011

Ijarah (sewa menyewa)

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya dalam melayani produk pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produk-produk murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah memiliki kesamaan dengan pembiayaan murabahah karena termasuk dalam katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah kontrak jual beli.
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi adalah barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya, sedangkan dalam pembiayan ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga dengan skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya dapat melayani nasabah yang membutuhkan jasa.

Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut. Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan.

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang dan jasa.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ijarah ?
2. Sebutkan rukun dan syarat Ijarah ?
3. Apa saja landasan syariah yang menguatkan di halalkannya Ijarah ?
4. Perbedaan antara ijarah dengan leasing ?
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ijarah.
2. Untuk mengetahui syarat dan rukun Ijarah.
3. Untuk mengetahui landasan syariah yang menguatkan di halalkannya Ijarah.
4. Untuk mengetahui perbedaan antara ijarah dan leasing.

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ijarah
Ijarah secara etimologi bererti upah dan sewa,jasa atau imbalan. Ijarah adalah بيع المنفعة (menjual manfaat). Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa .
Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan jalan penggantian . Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu :
a) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
b) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah.
Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) Adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang & jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang / jasa itu sendiri. Dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
2.2. Landasan Syariah
Kebolehan transaksi Ijarah didasarkan sejumlah keterangan al-Quran dan Hadist dan ijma. Antara lain yang dijelaskan dalam
1. Firman Allah dalam Qs al-Baqarah: 233.
           •    •   •     
“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”



2. Firman Allah, QS Al-Zukhruf : 32
        •                    
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
3. Dalam hadits juga dijelaskan
عن ابى عمر رضى الله عنه قال: قال رسول الله ص.م. اعطوا الأ جيره قيل ان يجف عرفة(رواه ابن ماجه)
“Diriwayatkan dari Umar ra, bahwasanya Nabi Muhammad SAW. Bersabda,” berikanlah upah pekerjan sebelum kering keringatanya”
4. Hadits Nabi riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
من استاجراجيرافليعلمه اجره

“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”
5. Hadits Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata:
كنانكري الارض بماعلى سواقى من الزرع وماسعد بالماءمنهافنهان رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك وامرناان نكربهابذهب او فضة

“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang).”
6. Kaidah fiqh:
الاصل فى المعاملات الاباحة ان يدل دليلا علي تحرمها
“Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
7. Menurut Ijma
Ulama Islam pada masa sahabat telah berijma bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.
2.3. Landasan Hukum
1. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000, tentang Pembiayaan Ijarah.
2. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.27/DSN-MUI/III/2002, tentang Al-Ijarah Al Muntahiyah Bi Al-Tamlik.
3. PBI No. 5/8/PBI/2003, tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
4. PB 7/46/PBI/2005 tanggal 14 Nopember 2005 tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Menyalurkan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
2.4. Rukun dan Syarat dalam ijarah
2.4.1. Rukun Ijarah
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun Ijarah adalah ijab dan qabul (ungkapan, penyerahan, dan persetujuan sewa-menyewa).
Jumhur Ulama menetapkan bahwa rukun Ijarah ada empat, antara lain:
a) Aqid (orang yang akad)
b) Ujrah (upah),sewa
c) Manfaat
d) Sughat(ijab dan qabul)
2.4.2. Syarat dalam Ijarah
Adapun Syarat akad Ijarah antara lain:
1. Menurut Mazhab Syafi`I dan Hanbali bahwa syarat akad bagi kedua orang yang berakad, adalah baligh dan berakal.berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetepi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad Ijarah dengan ketentuan, disetujui oleh walinya.
2. Adanya kerelaan dari kedua pihak untuk melaksanakan akad Ijrah, apabila diantara keduanya terpaksa melakukan akad, maka akadnya tidak sah. Sebagai landasan dalam Qs.an-Nisa`:29.
               
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”
3. Manfaat yang menjadi obyek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari.
Diantara cara untuk mengetahui ma`qud ilaih (barang) adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu,atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
a) Penjelasan manfaat
Penjelasan dilakukan agar benda yang disewakan bener-bener jelas.
b) Penjelasan waktu
Jumhur ulama tidak memberikan batasan maksimal atau minimal. Jadi, dibolehkan selamanya dengan syarat asalnya masih tetap ada sebab tidak ada dalil yang mengharuskan untuk membatasinya.
Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan untuk penetapkan awal akad, sedangkan Ulama Syafi`iyah mensyaratkannya sebab bila tidak dibatasi hal itu dapat menyebabkan ketidaktahuan waktu yang wajib dipenuhi.
c) Sewa bulanan
Menurut ulama Syafi`iyah, seseorang tidak boleh mengatakan” saya menyewakan rumah ini setip bulan Rp X” sebab pernyataan seperti itu membutuhkan akad baru setiap kali pembayaran. Akad yang betul adalah dengan menyatakan “saya sewa selama sebulan”
Menurut jumhur ulama akad tersebut dipandang sahakad pada bulan pertama,sedangkan pada bulan sisanya bergantung pada pemakainya. Selain itu yang paling penting adalah adanya keridhaan dan kesesuaian dengan uang sewa.
d) Penjelasan jenis pekerjaan
Penjelasan tentang jenis pekerjaan sangat penting dan diperlukan ketika menyewa orang untuk bekerja sehinggatidak terjadi kesalahan atau pertentangan.
e) Penjelasan waktu kerja
Tentang batasan waktu kerja sangat bergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.
4. Obyek Ijarah dapat diserah terimakan dan dipergunakan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya.
5. Obyek ijarah itu sesuatu yang halalkan oleh syara`.
Para ulama sepakat melarang ijarah, baik benda atau pun orang untuk berbuat maksiat atau berbuat dosa. Dalam kaedah fiqih dijlaskan: الأستئجار على المعاصى لايجوز (menyewa untuk suatu kemaksiatan itu tidak boleh)
6. Obyek Ijarah merupakan sesuatu yang bisa disewakan, seperti rumah, mobil dll
7. Upah/sewa dalam akad Ijarah harus jelas, tertentu dan bernilai harta.
2.4.3. Berakhirnya Akad Ijarah
Suatu akad Ijarah akan berakhir apabila:
1. Obyek hilang atau musnah seperti rumah terbakar
2. Habis tenggang waktu yang disepakati
3. Menurut Ulama Hanafi, akad akan berakhir apabila salah seorang meninggal dunia, karena manfaat tidak bisa diwariskan. Sedangkan Jumhur Ulama berpendapat, akad tidak akan berakhir, karena manfaat dapat diwariskan.
4. Menurut Ulama Hanafi, apabila ada uzur sperti rumah disita, maka akad berakhir. Sedangkan menurut Jumhur Ulama, bahwa uzur yang membatalkan Ijarah itu apabila obyeknya mengandung cacat atau manfaatnya hilang.
2.5. Perbedaan Antara Ijarah dan leasing
Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, sehingga banyak yang menyamakan ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah itu sama-sama mengacu hal ihwal sewa menyewa. Akan tetapi walaupun ada persamaan antara ijarah dengan leasing, terdapat beberapa karakteristik yang membedakannya, antara lain :
a. Objek
Objek yang disewakan dalam leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku untuk manfaat tenaga kerja. Sedangkan objek yang disewakan dalam ijarah bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa dan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah mengupah. Objek yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat tenaga kerja. Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebiah luas daripada leasing.
b. Metode Pembayaran
Dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yaitu yang bersifat not contingent to formance artinya pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa.
Pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to formance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to formance). Ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji, sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut jualah atau success fee .
c. Pemindahan Kepemilikan (Transfer of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan dalam leassing dikenal dua jenis yaitu operating lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan baik di awal maupun di akhir periode sewa dan financial lease. Ijarah sama seperti operating lease yakni tidak ada transfer of title baik di awal maupun di akhir periode, namun pada akhir sewa dapat dijual barang yang disewakan kepada nasabah yang dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahia bi al-tamlik. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
2.6. Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah
2.6.1. IMBT (al-Ijarah al- Muntahiya Bi al-Tamlik)
Al-Ba’i wa al-ijarah muntahia bi al-tamlik merupakanrangkaian dua buah akad, yakni akad al-ba’i dan akad al-ijarah muntahia bi al-tamlik. Al-ba’i merupakan akad jual beli, sedangkan al-ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan kombinasi sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa .
Ijarah muntahia bi al-tamlik adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan kepemilikan objek sewa . Dalam ijarah muntahia bi al-tamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewaakan tersebut pada akhir masa sewa.

Adapun bentuk alih kepemilikan ijarah muntahia bi al-tamlik antara lain :
a. Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dihibahkan kepada penyewa.
b. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu.
c. Harga ekuivalent dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
d. Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.
2.6.2. FATWA TENTANG AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
A. Ketentuan Umum:
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
B. Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'ad (الوعد), yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
C. Ketentuan pelanggaran
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi:
1. Bank Konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana, memberikan dan dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam prosentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Prosentase ini biasanya ditetapkan per tahun.
2. Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali. 2004. Berbagai macam transaksi dalam Islam ( fiqh muamalah ). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia
Mas`adi, A, Ghufron. 2002. Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Ascarya, Akad dan Produk Bak Syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Habib Nazir dan Muhamad Hasan, Ensiklopedi Ekonomi Syari’ah, Bandung: Kaki Langit, 2004.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Edisi Kedua diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Bank Indonesia., 2003
al-Asqalani Ibnu Hajar, Terjemah Bulugh Al-Maram, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007.
Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung: Jumanatul, 2004.
Dewan Syariah Nasional MUI, Ijarah IMBT, www.mui.or.id 28 Maret 2002
Reza fenny, Perbankan Syariah Ijarah Muntahiyah Bi Tamlik, http://reza-fenny.blogspot.com 23 Januari 2009.
Haryati Mardiyah, Telaah Terhadap Dewan Syariah Nasional, www.msi-uii.net 23 September 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar